Kapan
Aku Akan Munaqosah?
Aku masuk kuliah pada tahun
2013. Sebenarnya bisa ambil skripsi pada semester tujuh, namun tidak segera aku
ambil sebab kesibukan bisnis. Aku belum siap mengambil skripsi di tengah
banyaknya kerjaan yang saat itu 90%-nya aku kerjakan sendiri. Tenaga, waktu dan
pikiranku benar-benar sangat terkuras dan tercurah di bisnis. Ya, aku menjalani
bisnis jualan buku online.
Aku membangun usaha jualan buku
online penuh dengan pengorbanan dan perjuangan. Melewati proses yang panjang
dan berliku. Dari waktu ke waktu, kepercayaan terus menghampiri. Mula-mula
pelanggan cuma berasal dari teman dekat/teman daerah, baru satu-dua-tiga
pelanggan, lalu menjadi puluhan, ratusan hingga ribuan. Reseller semula satu,
lalu menjadi dua-tiga, lima, tujuh, 10-an, 20-an, 30-an, 40-an, 50-an, bahkan
lebih. Mereka berasal dari berbagai daerah hingga luar negeri.
Aku cukup lama bekerja sendiri.
Posting promo, menjawabi pertanyaan pelanggan, belanja buku, packing, kirim dan
lain-lain. Sangat menguras tenaga dan melelahkan (semoga lillah)! Hanya orang ‘gila’ yang mau dan masih mampu berkerja
sepertiku. Barangkali, aku tidak akan bekerja sekeras ini bila kuliahku ada
yang membayari. Namun, faktanya, aku harus memenuhi kebutuhanku (makan, kos,
bayar listrik, dll) dengan jerih payah sendiri. Orangtua sama sekali tidak
menyuport dana. Aku tahu kondisi perekonomian keluargaku. Dari situ, aku siap
untuk terus berjuang. Bahkan, aku juga turut memikirkan dan membiayai sekolah
dan biaya pondok adik-adikku.
Fokus kuliahku menjadi
terpecah. Masuk kuliah sering terlambat (karena sering lembur pekerjaan). Di
dalam kelas sering ngantuk (karena kelelahan bekerja). Beberapa kegiatan
penting kampus tidak/terlambat aku ikuti (misalnya aku bisa daftar KKN di
semester kemarin, namun aku telat daftar, dll).
Minggu-minggu kemarin,
teman-teman seangkatanku mulai posting foto-foto sehabis munaqosah. Dari
kabar-kabar dan foto yang berseliweran di sosmed, aku merasa ikut senang
(campur sedih). Aku juga merasa ‘iri’ lalu bertanya pada diriku sendiri: “kapan
aku akan munaqosah?” Ada sebuah pesan yang sepertinya mengetuk pintu
kesadaranku. Sebenarnya aku datang ke Jogja ini untuk kuliah atau bisnis? Untuk
cari ilmu atau mencari nafkah? Atau untuk kedua-duanya? Bagaimana agar bisa
menyeimbangkan ini semua?
Okey teman-teman, kau boleh
sambil mengambil hikmah dari pengalamanku. Boleh juga kau memahami posisiku
saat ini.
Kita putar cerita ke belakang.
Saat-saat aku berjuang sendirian. Tiap hari aku bekerja dari pagi hingga malam.
Bekerja selalu lembur. Saat kuliahku agak berantakan, pada waktu yang bersamaan
aku sedang melancarkan kuliah teman-teman mahasiswa yang pada pesan buku
kepadaku. Diakui atau tidak, diapresiasi atau tidak: aku tidak peduli. “Aku
harus bekerja totalitas dan semaksimal mungkin,” bisikku pada diri sendiri.
Meski sudah berusaha dengan sepenuh jiwa dan tenaga, namun kadang ada klien
yang komplain dan kurang pengertian. Lagi-lagi, aku harus berusaha sabar dan
ikhlas.
Sebelum punya motor (second),
sering kali aku belanja buku dengan mengandalkan sepeda onthel. Ujian pertama
datang. Sepeda ontelku yang diparkir teman di depan kos hilang di siang bolong.
Saat aku bertamu ke rumah saudara, aku dikasih sepeda second yang sudah lama
tak terpakai. Aku mulai menggunakan sepeda itu untuk bepergian ke toko-toko
buku. Sekira satu tahun aku memakai, sepeda itu hilang. Beberapa hari kemudian
aku membeli sepeda second teman dekat. Sekira satu tahun aku memakai sepeda
itu. Kadang sehari bolak-balik shoping book center bisa dua kali dengan belanjaan
satu tas besar. Suatu hari sepeda fixie itu benar-benar kelelahan mengikuti
ritme petualanganku. Sehabis berkeliling toko buku, di tengah perjalanan menuju
pulang, salah satu roda sepedaku patah, sempurna menjadi angka delapan. Aku
tuntun hingga sampai tempat pengepul rongsok.
“Berapa duit kalau aku jual
pak?” tanyaku.
“Itungannya kiloan, Mas,” dia
menimbang, lalu bilang, “lima belas ribu, Mas!”
Mendengar jawaban bapak itu aku
terhenyak. Aku harus bingug, miris, ketawa, atau bagaimana? Wah pokoknya ini
salah satu pengalaman yang menggetarkan hatiku. Salah satu pengalaman menarikku
yang lainnya bisa baca di link ini: http://jejakkarya.blogspot.co.id/2016/02/otw-omzet-100-juta-per-bulan.html
Pada saat yang lain, saat
kampus sedang UAS, pesanan buku kebetulan terus berdatangan. Saat itu lagi
musim ujian, hujan dan pesanan (buku).
Beberapa reseller dan pelangganku tidak peduli kalau aku sedang ujian. Mereka
terus meminta untuk dilayanai, sebagian cukup memaksa dan tidak memedulikan
bahwa aku bekerja sendiri. Sekalipun aku sudah berjuang sangat keras, mereka
masih tetap banyak tanya, meminta dan mendesak. Kala itu aku bekerja dengan
bercucur keringat. Kebetulan hari itu hujan begitu deras dan lama. Secepat
apapun bekerja, hujan deras akan membuat beberapa gerakan kita menjadi tertahan
dan tertatih.
Akhirnya, sampai malam pun aku
masih bekerja. Padahal, target sore hari aku mau mengerjakan tugas UAS. Tugas
UAS tidak sempat aku kerjakan (intinya aku malas dan tidak tegas pada klien
meski aku beralibi kalau aku ini sedang berjuang dan berkorban untuk mereka).
Keesokan harinya aku sengajakan untuk tidak ikut UAS. Biarkan satu nilai ujian
itu jelek sekalian. Sore hari menjelang buka puasa ramadhan, ibu dosen yang aku
sayangi kirim ke WA-ku “kenapa tidak ikut UAS-nya Pak *** itu?”
Memasuki pertengahan semester
tujuh, baru aku dibantu kakakku. Beberapa bulan kemudian aku juga merekrut
beberapa teman untuk membantu pekerjaanku. Butuh waktu yang cukup juga untuk
membimbing mereka. Jika taka ada pengarahan, tentu pekerjaan akan berantakan.
Barangkali, pada semester
delapan ini, saya tidak terlalu banyak bergelut mengurus buku ataupun terlalu
sering turun lapangan. Saya harus mulai membiarkan tim yang saling
berkoordinasi. Barangkali, kuota reseller juga harus dibatasi. Sebab, terlalu
banyak menuruti keinginan reseller yang terlalu ‘abstrak’ juga membuat
pekerjaan terhambat dan mengacaukan harmoni. Seandainya ada reseller yang mau
gabung, sedari awal aku berikan syarat dan ketentuan-ketentuan kerja sama yang
harus mereka patuhi.
Dear reseller, mohon maaf bila
aku tidak bisa melayani Anda segesit dulu. Mohon maaf bila orderan buku Anda
banyak yang tidak kami tanggapi (Anda pasti maklum, bisa jadi itu karena buku
langka, identitas bukunya tidak jelas dan dari penerbit yang tidak jalin kerja
sama dengan kami). Maka, fokuslah promo buku yang ada di dalam katalog atau ada
dalam postingan tim kami (yang terbaru, bukan postingan setengah tahun lalu,
atau bahkan yang lebih lawas lagi).
Aduh… ceritanya kok meluber ke
mana-mana? Kembali ke pertanyaan inti. Kapan aku akan munaqosah? Aku usahakan
sesegara mungkin! Akan aku habisi skripsi di semesterini!
Teman-teman, mohon doanya, ya…
Semoga lancer. J
Terima kasih atas perhatiannya.
J
Sukses buat kita semua. J
***
Cilacap, 9 Februari 2017
--Amin Sahri (AmRi), mahasiswa
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Baru-baru ini sedang merawat blog rindubuku.wordpress.com dan masih tinggal di
amriops@gmail.com.