AKU TIDAK INGIN MENGHANCURKAN
CITA-CITA YANG TELAH TERBANGUN
Ada seorang perempuan yang
berhasil merebut hatiku. Namanya Devi. Aku pun mencintainya begitu tulus. Aku
pernah beberapa kali memberi hadiah buku untuknya. Aku pernah dua kali nonton
film di bioskop bersamanya. Aku telah menulis lebih dari 100 puisi untuknya.
Aku sungguh-sungguh mencintainya. Selama tujuh semester aku menyimpan perasaan
ini.
Aku memutuskan untuk menyatakan
cinta kepadanya. Sebab, sebentar lagi sepertinya kita akan saling berpisah dari
kampus. Devi mungkin akan lanjut S2 ke luar negeri. Aku akan masih di Jogja
dalam satu tahun ke depan.
“Anggap saja saya sebagai orang
yang hanya menginspirasi.” Itu jawaban Devi saat aku mengatakan, “Aku
mencintaimu. Tapi jika perasaan ini menurutmu salah atau kau sudah bersama
seorang lelaki pilihanmu yang lain, aku harus menjauh dan menghilangkan rasa
ini.” Anggap saja dia menolak cintaku.
Sedih memang jika dia tidak
memiliki rasa yang sama denganku. Tapi, aku harus berusaha rela dan lapang
dada. Memang sejak mendapat jawaban itu, aku jadi sering galau. Malam-malamku
terganggu oleh bayangannya. Aktivitas kerja di siang hari pun menjadi tidak fokus
dan tidak produktif.
Hari Rabu, 8 Desember 2016
adalah hari ulang tahunnya. Sejak hari itu sampai 10 hari ke berikutnya
pikiranku benar-benar kacau. Kala itu aku pernah berusaha untuk tidak
menghubunginya lagi, namun aku gagal. Aku dapat informasi, pihak kemahasiswaan sudah
menyiapkan beasiswa dan sedang mencari lima orang mahasiswa yang hafiz minimal
10 juz sebagai calon penerimanya. Aku kira Devi memenuhi syarat. Bahkan aku
dapat kabar dari teman pondoknya kalau dia sudah hafal 30 juz Al Quran.
Kekagumanku padanya semakin berlipat. Aku mengajak Devi berkomunikasi lewat BBM
dan WA agar dia ikut mendaftar lowongan beasiswa tersebut.
Ah, aku terlalu memikirkan dia!
Sudah lah, bersikap wajar saja! Aku memang masih mencintai dia. Tapi sepertinya
bukan hal yang benar bila aku terus-terus memikirkan dia. Sementara dia juga
tidak terlalu ‘antuias’ jika diajak bicara.
Aku sudah berusaha menyayangi
dia, membantu dia, semaksimal mungkin. Apa ini yang namanya ‘mencintai dengan
cara yang bodoh’? Bahkan, urusan-urusan pentingku jadi terganggu karena hal ‘sepele’
ini.
Baiklah, harusnya aku mencintai
sewajarnya. Jangan berlebih. Atau anggap saja Devi tidak mencintaimu.
Satatement ini dibuat agar aku tidak terlalu berharap padanya. Berharap itu
menyakitkan, jika tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Aku harus kembali ke jalan
jomblo yang benar. Aku harus melupakan semua wanita untuk sementara waktu.
Gara-gara mikirin wanita, aku
mengabaikan pekerjaan-pekerjaan pentingku. Aku harus segera sadar. Aku tidak
ingin menghancurkan cita-cita yang telah terbangun.
Aku juga harus sadar bahwa aku
ini pemuda bodoh dan miskin. Aku harus belajar, aku harus berkarya, aku harus
kaya. Selama ini aku pun yang dijadikan tulung punggung keluarga. Aku membayar
biaya sekolah adik dan membantu nyicil utang orangtua. Aku harus fokus bekerja
lagi. Tidak perlu dapat semangat dari seorang wanita baru mau bekerja. Cukup keluarga
yang jadi penyemangat. Kalau ada masalah, berodalah kepada yang Maha Kuasa.
Aku harus fokus ke karir. Target
omzet 100 juta per bulan dari bisnis jualan buku online harus dikejar lagi. Jika
karir sukses, aku bisa membantu keluarga lebih maksimal lagi. Aku juga bisa
beli motor lagi, sehingga semakin memudahkan mobilitas kerja. Aku jadi bisa
rekrut karyawan lagi, bisa meengembangkan bisnis lagi. Misalnya, aku jadi bisa
ngontrak di tempat yang lebih luas dan strategis. Bisa menambah usaha jasa
ekspedisi, angkringan, dll. Bisa membangun rumah baca, menghidupi komunitas
literasi, dll.
Daripada buang-buang waktu
karena galau, lebih baik gunakan waktu untuk baca buku, menulis, mengembangkan
bisnis, silaturahim, jalan-jalan, dlsb. Aku tidak boleh terpuruk, meratap,
menangis dan ambruk di kamar. Aku harus bangkit, pergi keluar, bekerja atau
mencari kesibukan yang positif.
Jogja, 18 Desember 2016
Jogja, 18 Desember 2016
0 komentar:
Posting Komentar