Kolaborasi Kekayaan dan
Kecerdasan
Oleh Amin Sahri
Lebih dari 7 tahun yang lalu, aku menyaksikan
tayangan TV tentang teknologi pertanian di berbagai negara. Salah satunya di
Amerika Serikat. Di sana, benih padi di sebar dari atas pesawat terbang. Dengan
laju yang cepat, benih-benih padi itu terlempar dan jatuh tepat di lahan yang
sangat luas. Saat panen, dilakukan dengan mesin yang sangat canggih. Hanya
sedikit orang yang mengoperasikannya, rumpun-rumpun padi di sawah yang
berhektar-hektar dalam waktu singkat dapat dikelola dengan satu mesin yang
langsung menghasilkan gabah yang bersih.
Makna tersirat dari deskripsi ini, kemajuan
pertanian suatu negara dapat tercapai dengan syarat: adanya kekayaan dan
kecerdasan. Pesawat dan mesin-mesin canggih lainnya adalah barang yang berharga
mahal. Hanya golongan kaya saja yang bisa memilikinya. Sedang pengoperasian
alat/mesin, pengaturan atau pengelolaan lahan dan benih dibutuhkan ilmu yang
kompleks (kecerdasan).
Pada konteks yang berbeda, ada kecerdasan yang
tak didukung kekayaan. Indonesia punya putra bangsa yang super cerdas:
Baharudin Jusuf Habibie. Beliau pernah mengajukan proposal dana 500 juta dolar
AS untuk pembuatan pesawat N250 pada Presiden Soeharto kala itu, namun Soeharto
tak bisa memenuhinya. Karena krisis moneter, Industri Pesawat Terbang Nusantara
(IPTN) ditutup. Karyawan IPTN bubar, banyak yang pergi dan bekerja di
perusahaan pesawat terbang negera lain; di Brazil, Canada, Amerika Serikat dan
Jerman. Anehnya, Indonesia pun mengekspor pesawat dari negara tersebut. Kalau
kompetensi dan ide brilian BJ Habibie didukung sokongan dana yang memadai tentu
Indonesia bisa memproduksi sendiri pesawat yang canggih dan beroleh keuntungan
yang melimpah. Orang-orang Indonesia yang merupakan tenaga ahli pembuat pesawat
terbang tak perlu sampai eksodus ke luar negeri. Cukup berada di negeri
sendiri, dan memaksimalkan karya terbaiknya untuk kemajuan bangsa.
***
Kekayaan bisa diperoleh cepat dan pesat melalui
wirausaha/berdagang. Sebagaimana Hadits Nabi SAW, "Hendaklah kalian
berdagang karena berdagang merupakan 9 dari 10 pintu rezeki." Abdurrahman
bin Auf yang semula miskin kala baru hijrah ke Madinah, dalam tempo yang tak
lama dia menjadi orang yang paling kaya karena berdagang. Kekayaannya yang
melimpah-ruah banyak disedekahkan untuk kepentingan umat.
Kecerdasan dapat diraih dengan belajar. Menempuh
studi dari tingkat dasar sampai ke jenjang perguruan tinggi. Kecerdasan akan
mengangkat derajat seseorang. Seperti pernah dialami Jamil Azzaini, semasa
kecilnya hidup miskin dan berkali-kali dihina temannya. Bahkan ada temannya
yang sampai melempar sebilah bambu yang membuat kepala Jamil kecil berdarah.
Awal-mulanya Jamil kesal dan memukul teman yang telah menghina kemiskinannya
dan mentertawakan cita-citanya yang ingin menjad iInsyinyur Pertanian. Berkat
tekadnya, dia belajar sungguh-sungguh, meraih prestasi terbaik, dan mendapatkan
beasiswa kuliah di Institut Teknologi Bandung(ITB). Kini dia berprofesi sebagai
dosen, seorang trainer, pebisnis dan penulis buku. Sebutan Inspirator
SuksesMulia melekat pada Jamil Azzaini. Dia merupakan salah satu figur
masa kini yang sangat berkontribusi kepada bangsa Indonesia. Dia telah
mendirikan pondok pesantren wirausaha yang gratis bagi anak-anak dari keluarga
miskin.
***
Kini, aku sedang berada di kampung halaman. Di
desa Babakan, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Sebagian
kecil warganya sudah hidup sejahtera. Sebagian yang lain—termasuk
keluargaku—berada di garis kemiskinan. Mata pencaharian utama adalah bertani.
Mayoritas pemuda desaku bila sudah lulus SMP/SMA tujuan utamanya mencari kerja
ke luar kota/luar negeri. Berwirausaha atau melanjutkan kuliah belum menjadi
prioritas.
Seandainya, berwirausaha dan kuliah menjadi
cita-cita favorit pemuda desa kami maka seiring bergulirnya waktu kekayaan dan
kecerdasan akan memberikan dampak yang indah pada wajah desa. Tak ada lagi
cerita jalan desa yang rusak, berlubang dan becek saat kena hujan. Kekayaan dan
kecerdasan para warganya berperan dalam perbaikan jalan sebagai akses penting
bagi mobilitas sosial dan ekonomi. Sawah yang jarang panen, lahan yang kurang
subur bisa diselesaikan oleh alumni pemuda desa yang telah menjadi Insyinyur
Pertanian. Susahnya mendapatkan air bersih dan permasalahan urgen lainnya dapat
diatasi pemuda desa yang saling sinergi. Pemuda yang kaya mengucurkan dana guna
mendatangkan alat/mesin yang modern. Pemuda yang cerdas bertindak mengoperasikan
mesinnya dengan baik.
Berwirausaha adalah jalur strategis untuk
menjadi insan yang kaya nan bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama bagi
desanya—yang sering diabaikan pemerintah. Studi sampai ke jenjang perguruan
tinggi mesti ditempuh untuk menjadi pemuda yang cerdas, memiliki keahlian yang
bisa diterapkan bagi kemaslahatan masyarakat. Meski kondisi kini masih miskin
dan bodoh, cita-cita menuju ke 'sana' harus diperjuangkan. Pemuda desa punya
kewajiban membebaskan belenggu kemiskinan dan kebodohan yang melanda desanya.
Ketika kekayaan dan kecerdasan berkolaborasi
tentu juga akan memperkokoh dimensi spiritual dalam jiwa kita. Artinya, kita
telah menggunakan dan memaksimalkan akal dan potensi yang telah Alloh berikan.
Kita menjadi umat yang maju dan unggul. Mampu menciptakan karya dan membangun
peradaban yang mulia. Dengan kekayaan dan kecerdasan kita bisa
menjalankan hablumminalloh dan hablumminannas secara
baik dan mudah. Kekayaan yang dimiliki bisa disalurkan untuk infak, sedekah dan
membantu sesama. Karena ilmu yang menghunjam, kecerdasan yang melekat dalam
diri manusia, urusan ibadah kepada Alloh jadi lebih tertata, termanajeman.
Misal, pengelolaan sawah/pertanian didesa memakai andil kecerdasan,
dipergunakannya alat-alat modern, metode yang terbaik, tentu warga desa yang
muslim akan menepis alasan melewatkan sholat Zuhur dan Asar karena sibuk
sekaligus susah bekerja di sawah.
***
Sadar pendidikan itu sangat penting, aku memutuskan melanjutkan
kuliah. Kendati orang tua tak sanggup membiayai, aku tetap optimis bisa
menyelesaikan kuliah dengan membiayai sendiri. Jiwa berwirausaha dalam diriku
sudah ada sejak SMP. Saat SMA sudah menamatkan buku genre motivasi/entrepreneurship berjudul 7
Keajaiban Rezeki, karya Ippho Santosa. Buku itu membuatku semakin
yakin untuk terjun di dunia wirausaha, alias tidak ingin bekerja sebagai
karyawan yang serba diatur atasan dan dibatasi jadwal yang teratur (baca:
monoton).
Awal masuk kuliah di jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta aku langsung berwirausaha. Apa?
Jualan nasi rames. Selang beberapa pekan beralih jualan jajanan. Sempat juga
jualan kaos kaki. Semua hasilnya belum memuaskan. Tak cukup untuk makan
sehari-hari. Apalagi nanti untuk membayar SPP dan kos.
Ketika ujian tengah semester berlangsung aku
berhenti jualan nasi rames, jajanan, dan kaos kaki. Aku ingin menyediakan waktu
yang lebih banyak untuk belajar agar dapat nilai UTS yang bagus. Aktivitas
usahaku beralih ke jualan buku via online—yang agak mudah, tidak repot. Semula
postingan promoku di media sosial minim respon. Namun lama-kelamaan mendapat
respon yang menggembirakan. Aku pun antusias menjalani bisnis jualan buku
karena keuntungannya lumayan, terutamanya bukua dalah passion-ku.
Menurutku, jualan buku bukan sekadar menghidupi diri sendiri. Namun juga suatu
pengabdian, kepedulian, dedikasi dan profesionalitas. Mengirimkan buku-buku
bermutu ke sepenjuru nusantara menjadi bagian keseharianku.
Sampai di sini, aku bercita-cita menjadi wirausahawan dibidang perbukuan. Memiliki toko buku, penerbitan sekaligus media massa. Mungkin ini cita-cita yang terlampau tinggi dan ‘tak tahu diri’ mengingat kondisiku kini yang masih serba kesusahan. Selain membiayai kuliah sendiri, aku juga mesti sedikit membantu finansial 6 adikku agar orang tuaku di kampung tidak terlalu kedhereng. Di samping menginginkan kesuksesan pribadi, aku juga berharap adik-adikku, pemuda-pemuda desaku banyak yang bisa menempuh studi di kampus yang berkualitas. Pada tahap berikutnya menjadi insan yang cerdas, pebisnis yang handal dan mau sekaligus mampu memakmurkan desanya.
Semoga, aku, adik-adikku dan pemuda-pemuda di desaku banyak yang
menjadi wirausahawan dan ilmuwan yang sukses. Begitu juga, semua pemuda di
seluruh Indonesia. Aamiin. (*)
Cilacap, 30 Juli 2014
0 komentar:
Posting Komentar