RSS

KATALOG BUKU DISKON BESAR

Dear Pelanggan yang baik hati…

Semoga kabarmu sedang baik-baik saja dan semoga hari ini dan esok dapat rezeki yang berlimpah dan berkah. Semoga sebagian rezekinya itu bisa buat beli buku-buku terbaik dengan harga harga yang murah. Hehe.
Pada hari-hari biasa, saya biasa memberikan diskon 10%-20%. Nah, pada kesempatan kali ini, saya akan memberikan DISKON BESAR, yakni 20%-30%. Selain memberikan DISKON BESAR, saya juga akan mencarikan ongkos kirim yang paling murah. Sebagai contoh, kemarin Sabtu (26/12/15), saya kirim paket buku seberat 10 Kg ke Tuban (dari Yogyakarta), ongkos kirim hanya Rp. 55.000, via paket pos. Sabtu kirim, Senin besoknya langsung sampai.
Dalam katalog buku ini tercantum harga normalnya. Misal harga normal novel “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono Rp. 50.000, nanti Anda cukup bayar Rp. 37.500 (Rp 50.000 - 25%). Katalog diurutkan berdasarkan abjad NAMA PENULIS.
Katalog ini memuat buku genre Novel, Sastra, Agama, Motivasi, Binis, Geografi, Komik, dan lain-lain. Harga dalam katalog adalah harga normal. Jika nanti Anda membeli akan mendapat harga dalam katalog dikurangi diskon 20-30%. Penerbit Diva Press, UGM Pres, Qishty Press, Mitra Pustaka, Pustaka Pelajar dapat diskon 25%-30%.
~Harga 49.999 ke bawah diskon 25%
~Harga 50.000 ke atas diskon 30%
Penerbit Gramedia, Republika, Pro U Media, Narasi, Mizan, Serambi, Bentang, Asma Nadia Publishing, dll diskon 20%-25%
~Harga 49.999 ke bawah diskon 20%
~Harga 50.000 ke atas diskon 25%

Catatan: 1. Pembayaran maksimal tanggal 3 Januari 2016
2. Pengiriman mulai tanggal 2 Januari 2016
3. Untuk buku-buku tertentu stok hanya sedikit, nanti kami infokan juga judul-judul buku yang Anda pesan masih tersedia atau tidak.
4. Selain menyampaikan judul-judul buku yang Anda pesan, saya minta dikirimi juga nama, alamat lengkap dan no HP serta Foto Struk bukti transfer.
5. Kontak saya bisa via WA 089615671902 atau BBM 579887DF
6. Ada beberapa judul yang tidak termuat dalam katalog, jadi Anda boleh tanya saja bila mencari judul lain (asal buku baru dan dari penerbit besar kemungkinan stok tersedia)
Salam Indah. J

Silakan lihat sebanyak mungkin buku best seller di katalog ini (diurutkan berdasarkan NAMA PENULIS)
https://excel.office.live.com/x/ExcelView.aspx…

Tag: Buku Murah # Buku Paling Murah # Buku Obral # Buku Best Seller # Buku Bagus # Promo Buku Menarik # Buku Recomended # Buku Terbaik

Penyelenggara event: Rindu Buku (Amin Sahri)

Angka 13 dan Tiket Bioskop

“Orang-orang yang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh dirinya sendiri. Ia tak kuasa lagi membedakan mana yang benar-benar nyata, mana yang hasil kreasi hatinya yang sedang memendam rindu. Kejadian-kejadian kecil, cukup sudah untuk membuatnya senang. Merasa seolah-olah itu kabar baik. Padahal saat itu ia tahu kalau itu hanya bualan perasaannya, maka saat itulah hatinya akan hancur berkeping-keping. Patah hati!” (Dalam cerpen ‘Berjuta Rasanya’, Tere Liye).
***

Selain pernah membaca buku Berjuta Rasanya, aku juga pernah membaca buku 13 Wasiat Terlarang. Dua buku yang menarik dan berbeda 'aliran'. Selepas itu, aku mulai menepis mitos angka 13 yang dibenci sebagian orang. Angka 13 bisa jadi sebuah keberuntungan, tergantung kita saja yang memaknainya.

Lalu, takdir baik beberapa kali mempertemukanku pada angka 13. Kuliah di UIN Suka itu takdir baikku. Aku ada upaya kuliah di tahun 2012, namun belum berhasil. Ternyata, aku berjodoh dengan UIN Suka pada tahun berikutnya, 2013.

Lalu, semestinya aku ikut event Kampus Fiksi angkatan 14. Entah kenapa, takdir atau skenario Tuhan membuatku masuk ke angkatan 13. 13 yang konon adalah angka sial tak terbukti padaku. Aku malah beruntung. Salah satunya mengenal seorang perempuan multitalenta yang sekaligus ramah dan rendah hati. Kebetulan namanya seperti namamu. Ini bukan berarti aku jatuh cinta padanya. Namun, sekadar kagum dan diam-diam aku belajar padanya. Belajar dari cara dia bersikap. Belajar dari pemikiran dan hal-hal yang melekat padanya. Mungkin dia tidak tahu kalau dia telah membuatku terinspirasi.

Lalu, Selasa kemarin kita nonton film di Sinema 21 Amplaz. Sudah terlambat 13 menitan kita baru antri tiket. Aku menyerahkan sepenuhnya padamu untuk memilih tempat duduk. Lalu kita sepakat memilih sepaket tempat duduk di tengah yang memang masih kosong, strategis pula. Aku duduk di kursi F 14, apakah jodohku di F 13, atau pergi ke mana? Kau duduk di F 13 dengan rileks dan memandang ke depan dengan wajah yang indah.

Kita ketinggalan jalan cerita film sekira 20 menitan. Aku senang berada di sampingmu, lebih senang lagi karena kamu sangat menikmati film ini. Usai nonton, kita jalan pulang sembari bercerita dan berkomentar soal film yang baru selesai kita tonton. "Terima kasih ya, Amri. Filmnya bagus banget. Sangat menginspirasi. Aku gak mau ketinggalan satu adegan pun," ucapmu. Aku mengangguk dan senang melihat senyummu yang mengembang. Itu adalah senyum yang berharga dan bermakna.

Oya, terakhir kita nonton bersama juga di tempat ini, pada dua tahun yang lalu. Aku sebenarnya tipe orang yang tidak terlalu antusias untuk nonton film di bioskop. Kalau aku mau main ke tempat mewah, kadang aku bertanya pada diriku sendiri, "Ayah-ibuku sedang apa yah di rumah? Apakah mereka cemas dan terburu-buru karena ada pekerjaan menjahit yang belum selesai. Adik-adikku sedang apa yah? Apakah mereka punya uang buat beli jajan?".

De, kau tahu kenapa aku mau mentraktirmu nonton film ini? Sebab, aku yakin kau sangat suka film ini sebagaimana dulu kau antusias untuk menonton film "99 Cahaya di Langit Eropa". Aku juga tertarik menyaksikan film ini karena sudah dua kali mengikuti screening-nya di GSP UGM dan Auditorium UNY. Saat di UGM, bahkan aku dapat doorprize novel "Bulan Terbelah di Langit Amerika" dan diajak berfoto bersama penulis dan pemaran utama filmnya. Saat di UNY, aku ikut acara workhshop kepenulisan yang dinarasumberi Hanum Salsabila Rais. Tiket masuk acara tersebut aku diberi gratis oleh Muza. Maka aku merasa 'tega' bila tak sampai menonton film ini. Aku malas bila berangkat nonton sendiri. Aku butuh teman. Selain itu, aku perlu berbagi kebaikan sebab sedari kemarin aku telah dapat banyak 'keberuntungan'. Kenapa tak ajak Muza? Aku lihat dia sedang sibuk. Kapan-kapan lah, kalau memungkinan kita nonton bertiga...


Baca Buku Jelajahi Dunia

Aku meyakini, para pecinta buku sejati, pasti ia memiliki kecerdasan dan hidupnya dihisai dengan keajaiban. Pecinta buku bisa melihat dunia yang luas sebelum ia menjejakkan kaki di negeri-negeri yang beragam budaya.

Pecinta buku selalu punya cara kreatif, semangat yang tinggi dan keoptimisan dalam mengejar cita-citanya. Pecinta buku, adalah from zero to hero.

Seperti satu kawanku ini, sebut saja namanya Ardan. Ia ini pecinta buku sejati. Wajarlah ia cerdas, kuliahnya juga dapat beasiswa. Meski anak desa (katanya), tapi ia punya cita-cita keliling dunia. Bukankah keliling dunia bagian dari membaca ayat-ayat Tuhan? Dalam perjalanannya selalu terdapat pengalaman dan hikmah yang luar biasa, kadang sangat menyentuh hati.

Ia bukan anak orang kaya yang bisa gampang minta uang orangtua. Cita-citanya juga bukan hal yang gampang. Namun ia yakini dan perjuangkan. Ia menabung rupiah demi rupiah. Akhirnya terkumpullah 2,4 juta. Ia terbang dari Jogja. Singgah di Batam, lalu menuju Singapura, Malaysia dan Thailand.

Ia berangkat sendiri dengan keberanian dan tekad yang kuat. Ia siap dihadapai apapun rintangan dan tantangan yang ada di negera-negara baru yang pertama kali ia kunjungi. Banyak pengalaman-pengalaman seru dan menarik yang telah ia kisahkan di wall FB nya.

Yang paling menarik menurutku adalah kisahnya ia saat di Thailand Selatan (Patani). Di sana ia seperti berjumpa dengan saudara-saudaranya sendiri. Orang yang sangat ramah, sangat baik, dan memperlakukan tamu seperti saudara sendiri.

2,4 juta bisa untuk keliling satu minggu ke 3 negara. Sangat keren! Tentu ada trik-trik, "keajaiban" dan pertolongan Tuhan yang turut menyertai dirinya.

Ia bukan orang kaya akan materi, namun ia kaya hati. Ia selalu merasa cukup, merasa bersyukur. Dan dalam kondisi pas-pasan (menurutku) namun ia berani berbagi kepada orang lain. Di sinilah "the miracle of giving" bekerja. Niat baik yang ia canangkan, sedekah yang ia lakukan, pengorbanan dan perjuangan yang ia laksanakan benar-benar menghasilkan buah yang manis. Hal-hal positif itu menarik keajaiban demi keajaiban.

Aku sebenarnya ingin titip dua nama manusia agar ia pampang di luar negeri. Namun aku sungkan, jadilah aku titip nama Rindu Buku. Sebuah pesan universal. Ini menyalami semua manusia yang suka buku. Ini salam untuk semua pecinta buku. Aku yakin para pecinta buku bisa menjelajahi dunia dan menggoreskan sejarah yang indah!

Jogja, 19 November 2015





Rubrik Sungguh-Sungguh Terjadi (Seri Menulis di Media Massa bagian 1)

Sungguh-Sungguh Terjadi (biasa disingkat dan sering disebut SST) adalah salah satu rubrik di Harian Kedaulatan Rakyat. SST merupakan tulisan singkat, sekitar 4-7 kalimat, yang isinya lucu, aneh, nyeleneh, menarik, unik, inspiratif dan nyata.
Berikut ini misalnya:
“Di kantin sekolahku dijual aneka makanan dengan nama-nama lucu dan unik, antara lain: Marmut (Martabak Imut), Tikus (Roti Kukus), Dokar (Donat Bakar), Tikar (Roti Bakar), Nabung (Nasi Bungkus), Nari (Nasi Teri)” (Kiriman dari Shania Putri N, Kelas VIII E MTsN Yogyakarta II. KR, 10 April 2013).
“Banyak pedagang berjualan di pinggir jalan yang tidak konsekuen. Jual roti tawar tapi tidak bisa ditawar. Ada yang tidak bisa mencongak, yaitu tukang foto kilat, ditanya 3 x 4 berapa, jawabnya 1.000.
Pada zaman penjajahan para pedagang ini harus berjarak 5 feet (5 kaki=1,5 meter) dari tepi jalan. Mungkin dari kata lima kaki inilah timbul istilah PKL (Pedagang Kaki Lima). Di New York, USA, disebut Sidewalk Stall.” (Kiriman dari Dr. Warsi, Cilacap. KR, 29 April 2014).
Siapa saja boleh menulis dan mengirimkan karya SST-nya. Penulis SST di KR datang dari berbagai kalangan. Dari anak SD sampai Dosen. Ada juga dari tukang becak, loper koran, guru, dokter, mahasiswa, dll. Meski rubrik kecil dan sederhana, SST memiliki penggemar yang sangat banyak. SST KR memiliki daya pikat yang khas, kadang tulisannya menggelitik, kadang membuat orang jadi mengerutkan kening karena kagum/heran, kadang membuat tersenyum tertawa lepas. Ada pula yang berseloroh, “Tulisan di KR tidak ada yang fakta kecuali satu: Sungguh-Sungguh Terjadi.”
SST  terbit setiap hari. Anda bisa menemuinya di halaman pertama pojok kanan bawah. Senin sampai Sabtu terdapat satu tulisan SST. Khusus hari Minggu, KR menampilkan parade “Sungguh-Sungguh Terjadi dalam Sepekan”, memuat 7-8 tulisan SST. Pada hari Minggu SST berada di halaman satu dan 8 atau 12.
Sepengamatan saya, penulis SST yang paling produktif adalah Dr. Warsi dari Cilacap. Beliau sudah bertahun-tahun menulis SST di KR. Dokter Wildan dari Bantul juga produktif. Bahkan beliau membukukan kumpulan SST-nya yang kebanyakan merupakan pengalaman lucunya ketika berhadapan dengan pasiennya di Rumah Sakit Jiwa. Dosen saya, Dr. Hamdan Daulay juga kerap menulis SST, disamping beliau sering menulis opini ke berbagai surat kabar.
Di bawah ini adalah beberapa contoh SST (lagi):
“Di Banyuwangi ada orang bernama Tuhan, di Madura ada orang bernama Nabi, di Sumatera Utara ada orang bernama Kazib, dan media massa memunculkan orang bernama Syaiton. Sehingga salah satu TV Jakarta sempat mempertemukan Tuhan dengan Syaiton.” (Kiriman dari Dr. Hamdan Daulay, Sleman. KR, 9 September 2015).
“Turis asing (wanita) yang mengerti beberapa patah kata bahasa Jawa naik becak di Malioboro. Ngerti karena terlalu cepat, ia bilang pada Pak Becak, “Alon-alon, Pak.” Eeee, oleh Pak Becak ternyata dibawa ke alun-alun.” (Kiriman dari Zaidin Zaenal, Yogyakarta. KR, 19 Juni 1984).
“Seorang perawat wanita di Bangsal Zaitun RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 2, Gamping, DIY, punya nama Inova Noor Evi. Kita semua tahu, mobil (Kijang) Inova adalah salah satu produk pabrik Toyota. Ternyata, jika sedang tugas di bangsal, perawat tersebut justru naik mobil Ayla, produk pabrik Daihatsu. Jadi, tidak matching dengan namanya. Ketika sampai di RS, di tempat parkir, sesaat setelah dia turun dari mobil dan berdiri di samping mobilnya, dengan nada berguarau dia sering diejek teman-temannya: Inova parkir jejer Ayla.” (Kiriman dari dr. Wildan, Bantul. KR, 2 Oktober 2014).
“Seorang PNS warga Godean mengidap asam urat dan gampang capek. Ia sering makan kapsul dari sinshe yang harga per kapsulnya Rp. 75.000. Lama-kelamaan ia penasaran dengan kapsul yang mahal itu, dan suatu ketika kapsul itu dibuka. Ternyata berisi undur-undur yang masih hidup.” (Kiriman dari Fatonah, Sleman. KR, 23 Agustus 2015)

Saya juga pernah menulis SST dan dimuat. Berikut isinya:
Hari Difabel Internasional diperingati setiap tanggal 3 Desember. Istilah difabel di ranah gerakan sosial di Indonesi dipopulerkan Dr Mansyur Fakih. Istilah difabel lahir dari hasil diskusinya dengan Drs Setia Adi Purwanta MPd. Difabel beda dengan cacat. Seorang tuna netra dengan yang tidak, letak perbedaannya terletak pada kemampuan, bukan ketidakmampuan atau kecacatannya. Misalnya, Mansyur Fakih pandai membaca huruf latin, Setia Adi Purwanta juga pandai membaca huruf braile lewat jemarinya. Informasi yang dibacanya sama, hanya cara mereka yang berbeda.” (KR, 3 Desember 2015).
SST karya saya mungkin tidak lucu (faktor besar yang membuat dimuat), namun karena ada unsur inspiratif lah yang membuat redaktur “tertarik”. Saya meyakini SST ini punya peluang dimuat karena saya kirim pada momentum yang tepat. Tiga hari sebelum jatuh 3 Desember telah saya kirimkan naskah SST ke kantor KR. Setiap hari KR menerima naskah SST sekitar 30 dan yang dimuat cuma satu pada hari biasa. Waktu tunggu dimuat atau tidak adalah 3-4 hari. Jika Anda kirim hari Senin, maka cek lah hari Rabu/Kamis, kalau memang SST Anda bagus pasti dimuat. Bila selang 3-4 hari Anda cek koran KR dan SST Anda tidak terbit, berarti SST Anda ditolak alias masih kalah menarik dengan SST orang lain.
Teman saya, Teguh Setiyadi, Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Suka juga produktif menulis SST. Berikut salah satu SST-nya:
Seorang nenek bersama anak dan cucunya membuat heran pengasuh Panti Asuhan BASA Moyudan Sleman, karena si nenek mengaku masih gadis. Tapi setelah si nenek mengisi buku tamu, tertulis nama Gadis Setiyowati. Karena itu semua yakin si nenek benar-benar masih gadis. (KR, 21 Juni 2015).
***
Saya akan berikan beberapa Tips agar SST Anda bisa dimuat. Selain naskah SST yang punya kriteria lucu, unik, aneh, nyeleneh, menarik, inspiratif dan nyata, Anda perlu melakukan hal ini:
1.      Buat SST yang aktual. Contohnya saat media massa ramai memberitakan orang bernama Tuhan, Hamdan Daulay menulis SST yang berkaitan dengan itu.
2.      Sesuaikan dengan momentum. Misal, 3 Desember adalah Hari Difabel Internasional, saya menulis SST tentang Difabel. Misal 17 Agustus Hari Kemerdekaan RI, ya coba Anda tulis SST yang berkaitan dengan momentum tersebut. Dan ingat, usahakan kirimnya tiga hari sebelum Hari H.
3.      Seminggu maksimal kirimnya dua kali. Jika kirim tiap hari, tentu Redaktur KR akan “bosan” dengan Anda. Selain itu, KR tentu ingin memberikan kesempatan pada yang lain.
4.      Kirim pada Senin dan Kamis. Saya jelaskan yang hari Kamis saja. Karena bila kirim Kamis, kemungkinan dimuatnya hari Minggu. Pada hari Minggu KR biasa memuat SST sebanyak 8 . Artinya, peluang dimuatnya lebih besar daripada hari-hari biasa.
5.      Jangan kirim naskah SST saat tanggal merah atau hari libur nasional. Sekalipun hari itu adalah hari Senin atau Kamis. Sebab, saat tanggal merah otomatis Kantor KR pasti tutup. Hehe.
Teknis pengiriman naskah SST bisa kirim via pos (dibubuhi perangko) atau diantar langsung ke kantor KR (kalau diantar sendiri ke kantor, tak perlu dikasih perangko). Alamatnya: Jalan P. Mangkubumi 40-42, Yogyakarta-55232. Di amplop cantumkan juga nama Anda, alamat lengkap (sesuai KTP) dan No. HP.
Jika SST dimuat, Anda akan mendapat honorarium sebesar Rp. 50.000. Honor bisa diambil di kantor KR dengan menunjukkan foto kopi KTP. Kalau tidak diambil, biasanya setelah dua minggu KR mengirim honorarium tersebut lewat wesel pos ke alamat rumah Anda. Atau Anda gunakan alamat kampus atau kos saja agar kiriman wesel itu datang ke alamat kampus/kos.
Naskah SST bisa ditulis/ketik di selembar kertas dan masukkan ke amplop, bisa juga langsung tulis di selembar karu pos (tak perlu pakai amplop). Kartu pos ukurannya sekitar 6 x 8 Cm. Anda dapat memperolehnya dengan beli di kantor pos. Harga berkisar Rp. 200 – Rp. 300 per lembarnya. Namun, saat ini, banyak kantor pos yang sudah tidak menyediakan kartu pos.
***
SST merupakan rubrik yang sangat melegenda di surat kabar Kedaulatan Rakyat.  Posisinya yang berada di halaman pertama membuat tulisan ini dibaca banyak orang. Bila SST Anda dimuat (meski tulisan sederhana dan ringkas), tentu jadi kebanggan tersendiri. Sebab, SST dibaca oleh sekitar satu juta orang. Rubrik yang lain tentu pembacanya tidak sebanyak pembaca SST. Beberapa rubrik lain, selain tulisannya panjang-panjang juga berada di halaman yang kurang strategis, sehingga banyak orang yang melewatkannya.
SST yang menarik bisa membuat banyak pembacanya tersenyum, tertawa, terinspirasi dan tergerak untuk berbuat kebaikan. Silakan Anda menulis SST. Abadikan pengalaman-pengalaman menarik itu dalam tulisan. Jangan biarkan ide-ide bagus yang pernah singgah di otak Anda itu lenyap. Tulislah! Selain bermanfaat bagi diri sendiri juga akan bermanfaat bagi orang lain. Barangkali lewat habits menulis SST, lama-kelamaan ketrampilan menulis Anda semakin terasah. Tak heran, nanti kemampuan Anda bisa meningkat, dari sekadar menulis SST lalu bisa menulis opini atau esai.
Harga eceran koran KR Rp. 3.000. Koran KR terdistribusi di DIY dan Jawa tengah. Anda bisa mengakses KR secara gratis di alamat: epaper.krjogja.com. Epaper-nya biasa update setelah pukul 12.00.
Ada banyak website atau blog yang memajang kumpulan tulisan SST KR. Di bawah ini adalah diantaranya:
krjogja.com/m/liputan-khusus/sst
sst-krjogja.blogspot.co.id
sst-lho.blogspot.co.id
***
Oya, kalau di KR ada SST, di koran Merapi ada TSS (Terjadi Sungguh-Sungguh). Rubrik TSS Merapi tipenya sama persis seperti SST KR. Hanya, waktu tunggunya lebih lama, sekitar 6 Minggu. TTS adanya hari Senin-Sabtu (dulu Minggu ada, tapi sejak awal Desember 2015 Merapi hanya terbit pada Senin sampai Sabtu saja). Honornya lebih kecil dari KR: Rp. 25.000. Alamat kirimnya juga sama seperti KR: Jalan P. Mangkubumi 40-42, Yogyakarta-55232.
Saya beberapa kali menyuntingkan karya SST dan TSS teman, lalu kirim ke KR dan Merapi. Sebagian besar dimuat. Saya sendiri punya pengalaman, saya tulis, lalu kirim ke TSS Merapi, dan dimuat. Berikut isinya: “Belum lama ini saya ke Singapura. Suatu pagi saya sarapan di rumah makan ‘Minang’. Di tempat tersebut ada poster yang tulisannya membuat orang tersenyum namun sebenarnya bermakna dalam. Yakni: ‘Kalau mau senang rajinlah berusaha. Kalau mau susah duduklah sampai tua.’ Benar juga ya.” (Merapi, 1 November 2015)
***

Jogja, 17 Desember 2015

Artikel ini ditulis oleh Amin Sahri, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Hadiah yang Indah

Hadiah yang Indah

Langit berjubah mendung. Tak lama kemudian awan-awan meneteskan butir-butir gerimis. Bumi Jogja bermandi air hujan di sore hari. Beruntung aku membawa payung, karena tadi pagi juga hujan. Usai mata kuliah PKn, semua anak Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) C berhambur ke luar kelas. Aku menuruni tangga dari lantai tiga. Di koridor bawah aku melihat Risa sedang duduk di bangku sendirian.
“Nunggu, siapa, Risa?” tanyaku pada wanita berjilbab biru muda itu.
“Nunggu hujan reda,” jawabnya santai. Suaranya hampir tak terdengar, diredam gemuruh suara hujan.
“Jalan bareng , yuk! Aku bawa payung,” tanganku membuka resleting tas, menjumput gagang payung, kemudian memekarkannya.
“Wah... kebetulan nih. Iya boleh, aku ikut nebeng,” sahutnya sumringah. Senyum merekah di bibirnya. Indah.
Risa adalah kawan baruku, dia jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS). Aku mengenalnya tiga minggu lalu saat diklat LPM Rhetor. Tiap pekan kita bertemu dalam diskusi redaksi.
Kami berdua berjalan sejajar. Bernaung di bawah payung hijau. Irama gerimis terdengar merdu. Kawan-kawanku yang lain juga ada yang membawa payung untuk pulang dari kampus. Beberapa mengenakan mantel untuk menerjang gerimis yang masih betah bersenandung.
“Fahri, kosmu di mana,” Risa bertanya.
“Di jalan Suroto, dekat perpus kota,” jawabku.
“Kalau aku di Lempuyangan, tinggal dirumah Bu Dhe-ku,” dia mengusap pipi putihnya yang terciprati rerintik air.

“Sa, apa kamu suka hujan?” tanyaku.
“Tentu. Hujan itu tamu yang baik. Saat hujan datang, doa manusia akan diijabah. Mungkin Tuhan tahu, kita ini terlalu sibuk dan jarang berdoa. Dia berbaik hati dengan memerintahkan miliaran butir-butir air untuk terjun ke bumi. Alasannya agar manusia tidak dulu banyak kesibukan, berteduh sejenak, atau rehat di rumah, merenung dan memanjatkan doa-doa yang baik,” urai Risa. Panjang lebar namun asyik disimak.
“Benar, katamu. Sayangnya ada saja yang tidak bermunajat malah ia berkeluh kesah dan jengkel pada hujan yang tak berdosa,” sahutku.
Kami terus berbincang sambil berjalan. Aku merasa nyaman dan senang bersamanya. Langkah kaki kami telah sampai di Halte Trans Jogja. Risa keluar dari payungku dan mengucapkan terima kasih. “Aku duluan, ya!” tukasku padanya. Ia mengangguk dan menguntai senyum. Manis sekali. Lalu aku menyeberang jalan. Melanjutkan gerak kaki untuk sampai ke kos.
*
Hari Selasa hanya ada satu mata kuliah. Kini aku berada di perpustakaan kampus. Suasana nyaman dan sejuk. Banyak mahasiswa di sini khusyuk membaca. Beberapa yang lain berdiskusi mengerjakan tugas kelompok.
Di lantai dua, aku masuk ke ruang serial, mengambil surat kabar. Aku duduk di kursi empuk dan membaca rubrik Suara Kampus. Kursi di sebelah kiriku yang berjarak lima puluh senti berdecit pelan. Ada seseorang yang menarik punggung kursi lalu ia duduk dipangkuannya. Kepalaku menoleh. Aih... aku tak asing dengan wajahnya.
“Hai, Sa, sedang baca apa?” aku menyapa duluan.
“Ini, majalah sastra. Kau di sini rupanya?!” muka Risa menghadap ke mukaku. Kedua mataku bisa menangkap sempurna wajahnya yang berhias senyum. Lesung pipitnya terbit di kanan-kiri wajah ramahnya. Kau seperti bidadari yang cantik, yang anggun, Risa.

“Eh... iya,” hampir dua puluh detik kata itu baru terucap. “Sa, sastrawan yang kau sukai siapa?” lanjutku.

“Aku suka Ahmad Tohari. Kalau penulis masa kini aku suka Tere Liye,” jawabnya, sambil membalik halaman majalah. “Oh iya, aku juga suka kamu,” Aduhai... aku senang mendengar kalimat ini. Kenapa jantungku berdebar? Perasaan macam apakah ini? Hei, Fahri dengarlah ucapan gadis jelita itu secara lengkap. Tangkap maknanya dengan objektif. “...suka karyamu. Puisimu minggu lalu dimuat surat kabar, kan?” tanyanya.
“Iya,” suaraku pelan. Mukaku perlahan memerah. Di hati ada rasa sungkan, namun juga senang.
            “Waktu SMA aku juga pernah baca puisimu yang dimuat majalah sastra ini. Puisimu ringkas namun kaya makna, bahasa puitismu khas, indah,” ia menunjukkan kaver majalah itu padaku. Tuhan, ternyata dulu Kau telah mempertemukan aku dengan dia lewat sajak yang sederhana. Terima kasih.
“Terima kasih atas apresiasinya, Risa,” responku. Aku beralih bertanya, “Kau pernah baca buku kumpulan cerpen Berjuta Rasanya... punya Tere Liye?”
“Belum. Aku baru baca novel-novelnya dia,” tandasnya.
Kalau begitu, aku ingin memberikan hadiah buku itu untukmu. Bisikku di benak.
*
Di tanah rantau ini, wajar bila aku harus berjiwa mandiri. Aku telah dewasa, tak ingin orangtuaku mengirimi uang untuk biaya hidup dan kuliahku. Aku kerja part-time di tempat foto kopian dekat kampus. Sekarang masih tanggal muda, baru kemarin aku terima gajian. Aku sudah membeli buku baru: kumpulan cerpen Berjuta Rasanya. Kebetulan Buku bagus ini akan kujadikan hadiah istimewa buat Risa, meski tanggal kini tidak jatuh sebagai hari ulang tahunnya. Menurutku, memberi hadiah itu tak perlu menunggu satu tahun atau mesti di tanggal dan bulan yang diagungkan kebanyakan orang.

Aku telah mengirim SMS pada Risa agar kita ketemuan di depan gedung Multy Purpose pukul 16.40. Pemandangan sore ini di kampus adalah mahasiswa berlintasan hendak pulang. Ada yang mengendarai motor sendirian, berboncengan dengan teman, dijemput orangtua. Ada yang bersepeda, menunggu bus, jalan kaki—termasuk aku, dan ada yang masih duduk-duduk di bangku melingkar di bawah pohon beringin besar. Ada yang antri membeli es, siomay, batagor dan yang lain.
Langkah kakiku berbeda dengan teman-teman yang lain, nampak tergesa dan gelisah. Apa pasal? Aku terlambat lima belas menit atas “jadwal bertemu” dengan Risa yang telah dijanjikan. Aku merasa tak enak hati membuat dia jadi menunggu.
“Maaf, Sa, baru bisa sampai sini,” ucapku sembari mengusap peluh di pipi kanan.
“Tak masalah,” sahutnya santai, mukanya tetap berseri, senyumnya terkulum. Lalu aku duduk di sebelah Risa, di bangku bawah pohon beringin yang berangin segar. Aku mengatur nafas, mendamaikan rusuh di hati dan menata diri.
“Sebenarnya aku mau memberimu sesuatu yang aku kira kau akan menyukainya. Tapi maaf, Sa, mungkin karna aku teledor, barang itu hilang. Tadi aku sempat mencarinya lama, namun tak kunjung ketemu,” jelasku pada wanita di sebelah kiriku. “Mungkin besok bisa kutemukan.”
Bibir Risa membentuk pelangi yang terbalik, senyum yang terbaik. Ajaib. “Wah... terima kasih Fahri atas niat baikmu. Aku jadi terharu,” Dia tertawa kecil, mencairkan suasana—hatiku. “Nampaknya senja sudah sampai di depan beranda rumah, Fahri. Sebentar lagi ia menutup pintu dan menyembunyikan cahayanya. Yuk, kita pulang!” indah nian nan santun sekali kata-katamu, Risa.
“Ayo...” jawabku bergairah. Aku dan dia bangkit berdiri, berjalan bersampingan. Bersamnya aku merasa nyaman dan senang. Belum sukses aku memberi hadiah padanya namun Risa sudah memberiku hadiah yang indah. Hadiah yang tak berupa benda yang dapat dipegang kedua tanganku. Hadiah itu adalah senyum manisnya, sikap anggun-ramahnya, kata-kata santun nan bermaknanya yang hanya bisa di sentuh tangan-hati. Tuhan, aku ingin ada perjumpaan dan perbincangan selanjutnya dengan dia: Risa. Munajatku dalam kalbu, memanjat ke langit dan menutup senja hari ini.

***

Berbisnis dengan Cerdas


Berbisnis Dengan Cerdas
Oleh Amin Sahri

Judul Buku   : Buka Langsung Laris



Penulis           : Jaya Setiabudi
Penerbit        : PT. YukBisnis Indonesia
Tebal              : 137 halaman
Cetakan         : I, 2015
Apa mungkin kita bisa membuka bisnis yang langsung laris? Tentu sangat mungkin! Jaya Setiabdi melalui buku Buka Langsung Laris memberikan jawabannya. Kesuksesan bisnis membutuhkan proses yang cukup lama. Namun, bila kita tahu ilmu dan strateginya kesuksesan itu bisa diraih melalui proses yang lebih cepat.
Dalam dunia bisnis/pemasaran terdapat banyak tantangan dan permasalahan. Mungkin Anda merasa punya produk luar biasa tapi tidak laku di pasaran;  produk sudah dipasarkan ditempat strategis tapi sepi pembeli; telah menghabiskan dana promosi puluhan hingga ratusan juta tapi produk tetap lambat bergerak; sementara produk ‘tetangga’ yang seolah biasa saja tapi laku keras; sudah satu tahun masih berjalan di tempat.






Jaya Setiabudi, pendiri Young Entrepreneur Academy (YEA), yang telah mencetak ribuan pengusaha sukses memberikan solusi cerdas untuk Anda. Pertama, bidik pasar potensial. Temukan celah pasar yang banyak permintaan dan minim persaingan. Kedua, buat produk yang ngangenin. Di sini, diuraikan cara mengetahui kelayakan suatu produk diterima oleh target pasarnya. Ketiga, ciptakan merek yang ngetop. Keempat, membuat kemasan yang menarik agar semua mata melirik produk Anda. Kelima, saluran D=P. Kita akan tahu bagaimana bisa memasarkan produk dengan biaya orang lain. Keenam, penyebar virus. Membuat banyak orang mencari produk Anda. Ketujuh, pengungkit konversi. Mendongkrak angka penjualan.



Buku dengan 137 halaman ini membawa kita melihat pengalaman bisnis yang dijalani Jaya Setiabudi, murid-muridnya, dan tokoh entrenpreneur muda seperti Reza Nurhilman. Reza memiliki produk kripik pedas yang omzetnya miliaran per bulan. Meski banyak pesaing penjual kripik tetapi ia bisa sukses. Sebab, ia menghindari jebakan komoditas dan bantingan-bantingan harga. Reza menguatkan diferensiasi dan merek produknya. Dengan kemasannya yang cantik, produknya jelas lebih diburu dari produk kripik lainnya yang hanya dibungkus plastik tanpa label. Itulah efek emosional merek dan kemasan (hal. 27)
Seluruh isi buku ini begitu esensi dan penting. Didukung gambar dan desain yang menarik membuat pembaca semakin asyik menyimak. Bab terakhir dari buku ini yakni Lompatan Konversi. Segala upaya untuk mempermudah konsumen membeli produk Anda. Ujung-ujungnya jualan adalah closing. Disebutkan faktor lompatan konversi yaitu: sarang yang benar, strategi harga, ikatan distributor, dan momentum. Hal yang menarik pada bagian ini misalnya, pembeli lebih tertarik membeli sepatu harga satu juta dengan diskon 50% daripada sepatu harga 500.000 tanpa diskon. Ini bisa kita jadikan sebagai strategi harga.
Membuka usaha adalah cara yang tepat bagi Anda yang ingin meraih kesuksesan finansial. Dan buku Buka Langsung Laris akan membantu mempercepat proses kesuksesan Anda. Karena, buku ini memuat banyak strategi cerdas yang telah teruji. (*)

Presiden Baru, Rakyat (Harus) Bersatu!

Presiden Baru, Rakyat (Harus) Bersatu!
Oleh  Amin Sahri



 

Kalender mencatat tanggal 20 Oktober 2014 sebagai hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kita memiliki presiden yang baru dilantik oleh MPR. Jokowi naik tahta menggantikan kepemimpinan SBY yang sudah berlangsung selama 10 tahun.
            Hiruk-pikuk Pilpres telah usai. Presiden dan Wakil Presiden telah ditetapkan. Rakyat kembali ke aktivitas lama: menjalankan peran/profesinya masing-masing. Namun sayangnya, masih ada orang-orang yang berdebat tentang Pilpres. Di media sosial masih banyak dijumpai status/kicauan yang ‘tak terima’ dengan hasil pemilu, hujatan dan makian terus mengarah kepada presiden baru, juga kepada kandidat yang tak terpilih. Aneh.
            Terpilih atau tidak terpilih adalah konsekuensi dari Pemilu. Pemilu bukanlah perang. Ketika pilihan kita tidak memenangi Pemilu, kita harus mau menghormati hasil demokrasi, mendukung Presiden baru dan mengawal program-programnya.
            Presiden Baru, Harapan Baru. Begitu kiranya tema berita dan opini yang ramai menghiasi media massa di pekan ini. Namun sejatinya, harapan rakyat Indonesia sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Rakyat ingin pemerintahan yang bebas korupsi, pendidikan yang berkualitas, terbukanya lapangan kerja yang luas, hukum yang tegas, akses kesehatan yang mudah bagi keluarga miskin, kemajuan di bidang sosial, ekonomi, wisata, budaya, olahraga dan di sektor lainnya.
            Siapapun yang menjadi Presiden Indonesia pasti dia tidak pernah luput dari kritikan. Seperti pengalaman sebelumnya, melalui berita di televisi atau koran, orang-orang akan menilai kinerja pemimpinnya. Ada yang memberi kritik sekaligus solusi, namun lebih banyak yang menghujat dan menuntut macam-macam.
            Ulama Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa perbuatan rakyat adalah cerminan dari pemimpin/penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka.  Sampai di sini, kita bisa merenungkanya. Bila mayoritas rakyat Indonesia cerdas dan berakhlak mulia, tentu suara mayoritas dalam pemilu akan memilih pemimpin yang cerdas dan berakhlak mulia. Bila kenyataanya bertolak belakang, semestinya rakyat berintropeksi, tidak cukup dengan mengoreksi ke ‘luar’ namun lupa melihat ke ‘dalam’.
            Presiden yang menyimpang dalam menjalankan wewenang atau keliru dalam membuat kebijakan harus dicegah dan dikritisi dengan kebajikan, bukan dengan anarkhisme. Untuk mewujudkan negera Indonesia yang berjaya dan sejahtera harus ada rasa saling percaya antara pemimpin dengan rakyatnya. Sikap yang saling mendukung, komunikasi yang baik, kerja keras-cerdas-ikhlas akan menampilkan wajah pemerintahan yang berwibawa.
            Presiden baru dengan rakyatnya harus bersatu mewujudkan cita-cita mulia pendiri bangsa kita yang telah termaktub dalam Pancasila. Pemerintah dengan parlemen yang berasal dari dua kubu yang berbeda juga harus melepas egoisme kepentingan kelompok demi kepentingan segenap rakyat Indonesia. Perbedaan pendapat harus diakomodir dengan bijak, bukan ditindaklanjuti dengan debat yang tak sehat atawa permusuhan yang abadi. Menjunjung tinggi nilai persatuan adalah upaya menciptakan negara yang kuat, damai, aman, dan maju secara progresif.
            Isu-isu SARA jangan sampai membuat perselisihan dan dijadikan alasan untuk berbuat brutal terhadap saudara setanah-air. Tentu kita ingat, kehancuran bangsa kita terjadi karena dijajah bangsa asing dan mudah diadu-domba. Kemudian ‘kesadaran untuk bersatu’ membawa bangsa kita memperoleh kemerdekaannya. (*)

Cinta yang Terlambat

Cinta yang Terlambat
Cerpen karya Amin Sahri

Dani, pemuda 19 tahun yang baru lulus SMA. Kini ia bekerja sebagai loper koran.
Selepas waktu subuh koran datang di kantor. Dani membaca sekilas, membuka lembar demi lembar koran, mencari berita yang paling heboh dan menarik. Pukul 05.45 ia berangkat meloper. Membawa 150 eksemplar koran, sebagian ia masukan dalam tas, sebagiannya lagi ditaruh di boncengan sepeda. Ia sampai di Pasar Sidodadi. Memarkir sepeda. Lantas beraksi menawarkan koran pada para pedagang dan orang yang lalu lalang.
“Korannya, Pak, Bu. Dua ribu rupiah saja. Dapat berita banyak,” kata Dani bersemangat. “Korannya, Mba, Mas. Beritanya bagus-bagus. Dijamin bisa bahagia,” promonya antusias. Hari pertama, kedua dan ketiga jualan koran ia masih canggung. Kini sudah genap tiga pekan ia berjualan koran. Maka ia jadi lebih ‘berani’, tidak malu-malu maupun gengsi. Yang ia fokuskan adalah bagaimana berpromosi semenarik mungkin—bahkan nyeleneh—agar korannya laris.
15 menit berlalu, koran laku 7. “Koran-koran. Berita politik ada. Berita bola ada. Berita kriminal ada. Dua ribu rupiah saja,” kata Dani sambil menyodorkan koran pada khalayak ramai. Ketika tak ada yang berminat, ia jalan kembali. “Korane, Pak, Bu. Ayuh dituku. Rongewu perak, isa ngerti ngenah-ngeneh. Wawasane dadi luas,” ucapnya dengan bahasa lokal Cilacap yang maknanya: Korannya, Pak, Bu. Mari dibeli. Dua ribu perak, bisa tahu banyak. Wawasannya jadi luas.
Jika melewati ruko baju di lorong tengah pasar, Dani berjalan lebih pelan dan diatur agar nampak ‘berkharisma’. “Korannya, Mba. Beritanya bagus lho,” Dani menyodorkan koran pada wanita sebayanya. Wanita berjilbab dan berwajah putih bersih itu menggeleng santai, “Nda, Mas. Terima kasih.” Dani tahu, bahwa wanita ayu itu, Leli, tak akan membeli korannya karena ia pasti rikuh dengan majikannya. Namun, setiap hari Dani selalu menawarinya, ia anggap itu sebagai sapaan saja. Sekilas memandang wajah Leli dan menikmati sebersit senyumnya membuat bunga-bunga mekar di hati Dani.
Satu jam mengelilingi pasar, korannya laku 40. Dani lalu mampir ke warung makan langganannya untuk rehat sejenak sekaligus sarapan. Pemilik warung kadang menegur Dani yang makan sambil senyum sendiri. Ia memang sedang terbayang dengan sosok Leli. “Hayo... mesem-mesem kenapa? Lagi kemutan pacare yah?” kata Ibu Rianti. “Eh, nda, kok, Bu,” kilah Dani. “Aku nda punya pacar,” sambungnya.
Selesai beroperasi di Pasar Sidodadi, Dani bergerak ke pertokoan sepanjang jalan Soeprapto, Kauman, lalu agak lama di kantor Samsat. Setiap hari di Samsat ada 300-an orang antri pajak motor, mobil dan sejenisnya. Kadang di sini, Dani menjumpai teman SMA-nya, gurunya, dan tetangganya yang membuat raut mukanya berubah. Seperti ada rasa malu, Dani menyadarinya, ia pun segera menepis rasa itu. Malaikat baik membisikinya, “Tak usah malu jadi loper koran. Ini pekerjaan halal, juga bisa membantu orang. Mereka yang antri lama kan bisa baca koran sehingga tidak bosan.”
Selepas dari Samsat, Dani menuju jalan Jendral Soedirman, Tendean, A. Yani, Pasar Gede. Lalu berkeliling di sekitar alun-alun, Jalan Katamso. Siangnya ia menjajakan korannya di terminal sampai jam 1 siang. Setelah itu ia pulang ke kantor. Setor pada bendahara. Di waktu sore sampai malam hari, Dani banyak membaca buku. Acap pula membaca koran retur. Kadang ia menulis artikel, cerpen ataupun puisi yang nantinya ia kirimkan ke koran.
Semasa SMA, tulisan Dani kerap terbit di koran. Ia memang punya bakat menulis. Sampai kini, ia masih rajin menulis dan mengirimkannya ke media massa. Tiap ada karyanya yang dimuat, ia memberi gratis satu eksemplar koran pada Leli. “Hari ini ada tulisanku. Kamu baca, ya... Kalau ga sempat di sini, di rumah aja,” kata Dani sembari tertawa kecil.
***
Beberapa puisi Dani bertema cinta telah terbit di koran. Sebagaian besarnya ia persembahkan untuk pujaan hatinya, Leli. Ia kira wanita itu akan menyukainya. Pada suatu Sabtu yang bertepatan dengan hari ulang tahun Leli, Dani mengajak ketemuan di alun-alun kota, sore hari. Dani memberinya sebuah kado yang berisi novel, cokelat, dan puisi cinta.
Malam harinya, Dani masih teringat peristiwa tadi sore. Kencan pertamanya ia rasa sangat istimewa. Mengajak ketemuan seorang wanita itu pun melalui pergolakan batin yang cukup alot. Ia kumpul-kumpulkan keberanian untuk menyatakan cintanya pada Leli. “Duh, aku memang pemuda yang tak tahu diri. Loper koran, kok jatuh cinta pada wanita cantik. Yah, meskipun ia karyawan toko di pasar, tapi kalau cantik, tentu banyak pemuda kaya lagi tampan yang juga naksir dia,” gumam Dani dalam benaknya.
Dani telah menyatakan cinta tadi sore. Namun, saat itu Leli tidak langsung memberi jawaban. Entah apa pertimbangannya. Dani optimis karena saat itu rona muka Leli terlihat ceria. Tidak menampakkan penolakan. Pukul 22.00 SMS dari Leli masuk.
“Dani yang baik, terima kasih sekali atas hadiahnya. Terima kasih pula atas perhatianmu selama ini padaku. Terima kasih kau telah mencintaiku. Kita adalah sahabat yang sepantasnya saling mencintai. Sebatas sahabat saja, ya? Karena... aku sudah berrumah tangga sejak tiga bulan yang lalu.”
Usai membaca SMS itu, sendu merundung hati Dani. Bulir-bulir bening menetes dari dua sudut matanya. Raganya lemas, jiwanya diguncang sedih. Wanita yang ia anggap bidadari surga sudah lebih dulu menjadi milik lelaki lain. (*)


Write here, about you and your blog.
 
Copyright 2009 Menulis dan Mengekalkan Kenangan All rights reserved.
Free Blogger Templates by DeluxeTemplates.net
Wordpress Theme by EZwpthemes
Blogger Templates